Jumat, 04 Maret 2011

Teenlit bersambung: Cerita SMA 1


                Cerita SMA orang bilang cerita yang enggak bakal pernah kita lupakan, remaja tanggung yang masih belum banyak tanggung jawab, itulah anak sma. Masih labil, masih menje-menje, cinta monyet, cinta segi tiga, segi lima, bagi yang playboy parah segi delapan tak beraturan. Tapi, walaupun kelihatannya enggak banget orang bilang, hanya di masa itulah kita merasakan manisnya masa remaja. Hmm...songong amat opini itu, tidak berdasarkan data dan fakta, menurut gue begitu. Masa remaja merupakan masa paling produktif dari diri kita, data menunjukkan usia produktif dimulai dari lima belas tahun kemudian menurun ampe usia kepala tiga nantinya. Nah, kita mestinya enggak menyia-nyiakan waktu itu, di masa itu kita harusnya berkarya, membuat planing jalan hidup kedepan, meraih prestasi dan pretise, tidak ada waktu yang boleh terbuang sedikitpun, kita harus sadar hidup ini keras maka keraslah dengan dirimu kalo kepengen jadi orang yang namanya terukir dalam sejarah, itu dia opini yang berdasarkan data dan fakta, dan itu opini gue. Seorang anak yang telah banyak mengukir prestasi di sekolah, mempunyai tujuan yang jelas, punya mimpi kuliah di ITB yang katanya bagus sih, bukan sombong tapi merupakan fakta dan gue punya datanya, nggak percaya? Gue udah membuat flowchart planing gue lima belas tahun ke depan, lu bisa lihat di rumah gue, sekalian lihat tropi-tropi yang berjejer di lemari di ruang tamu.
                Nama gue Al Khawarizmi Firnas, kawan-kawan manggil gue Riri, walau kayak nama cewek, yang paling penting dari semua itu gue suka nama gue, gue bersukur punya ortu yang ngerti gue banget karena ngasih nama yang gue banget. Lo tau kan Alkhawarizmi? Apa lo nggak tau? Hhmm..satu lagi anak muda yang menyia-nyiakan waktunya. Lu kemanain aja ensiklopedia para ilmuan dan penemu punya lu? Jangan-jangan lu nggak punya lagi? Oke deh, sebenarnya capek ngejelasin ini tapi, gue sih niatnya ibadah neranginnya ama lo, gue berharap remaja-remaja labil akan segera berkurang. Al Khawarizmi itu seorang ilmuan muslim hebat, dia pakar filsafat, astronomi, fisika dan matematik. Yang nemuin konsep al-jabar entu dia loh, hebat kan? Idola gua banget tuh.
                Tapi, satu yang mungkin gue enggak ahli, yaitu perkara cinta. Gimana ya? Gue belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Belum ada seorang gadis yang cukup pintar dan lebih menarik dari buku teks fisika gue. Eits, jangan ngatain gua cinta ama buku teks ato gue maho ya! Gua normal, tapi temen gua yang bilang gue enggak normal! Enggak suka perempuan, gue maho? Engggakk...gue normal. Emang seberapa pentingnya sih jatuh cinta? seberapa pentingnya sih pacaran? Ortu gue bilang pacaran itu nggak boleh, dosa, dan gue setuju banget tuh. Tapi untuk pernah satu kali hati berdesir melihat seorang cewek gimana rasanya ya? jujur gue kepikiran juga, gue takut kalo gue ternyata..mahoeoeo....eenngggak. Hush..hush...pikiran nggak mutu, pergi-pergi. Ah kapan-kapan pasti gue juga bakal jatuh cinta kok. Cuma masalah waktu, mungkin pas kuliah atau kapan lah, itu mah gampang lah. Hemhh...
                “Oi..oi, Bu Tuti dah datang tuh!” salah serorang teman gue nyorakin seisi kelas, ngasih tau guru fisika kami udah di depan pintu mau masuk. Semua siswa buru pindah ke kursinya masing-masing dan duduk semanis mungkin seperti bakal di makan Bu Tuti aja kalo sempat duduk selengehan, letoi-letoi atau apalah.  Akhirnya lamunan pagi gue terhenti akibat sorakan itu, tapi gak pa-pa saatnya kembali bersuka-ria dengan fenomena alam yang dipelajari secara fisis di fisika. Hore!
Ibu Tuti masuk, kemudian kami berdoa bersama sebelum pelajaran dimulai. Hehh...sayangnya hari ini kagak ada PR fisika, kurang belajar deh tadi malam.
“Ayo masuk Nai!” sahut Ibu kepada seseorang yang menunggu di depan pintu. Tapi siapa ya? Ibu memanggilnya ‘Nai’. Kemudian seorang jilbabers masuk. Waw, anggung banget. Dia masuk dengan malu-malu, lihat ke kami sebentar baru melangkah ke dalam. Ibu Tuti berdiri, mendekat ke anak itu, berdiri disebelahnya, sambil memegang pundak anak itu. Jujur dia cantik, anggun. Tapi serasa pernah lihat deh? Oo maaf bukan SKSD.
“Anak-anak, hari ini kalian dapat tambahan teman baru.” Bu Tuti mengumumkan sambil tersenyum ke kami, si anak itu juga masang senyum yang yaa, lumayan lah. “Ayo Naila, perkenalkan dirimu kepada teman-teman baru mu!” suruh Bu Tuti. Anak yang dipanggil Naila itu, memandang Bu Tuti tersenyum lalu mulai berbicara.
“Perkenalkan teman-teman, Nama saya Afra Naila Annisa, saya pindahan dari Padang, karena orang tua saya pindah tugas ke Bandung sini, jadi saya juga ngikut sama orangtua saya.” Naila memperkenalkan dirinya sambil senyum-senyum. “Ooh..dari padang toh?” Reno, salah satu teman sekelasku nyerobot. “iya, ada apa Ren?” tanya Bu Tuti. “enggak, cuma.. saya boleh nanya nggak Bu?” Bu Tuti mengganguk. “Kok Naila cantik amat ya?”
“Buahahahaha...!” serempak seisi kelas tertawa karena godaannya Reno. Naila menunduk malu. Hah..Reno remaja labil plus geje.
“Sudah-sudah, benar, Naila dari Padang.” Dilanjutkan oleh Bu Tuti.”Naila pindahan dari SMA Ibnu Sina Padang, dia peraih perak olimpiade Fisika Nasional yang kemaren sama kamu itu loh Ri.” Jelas Ibu sambil menatap ke gue. O iya, gue  ingat Afra Naila Annisa peraih perak yang terpaut hanya beberapa poin dari diriku yang dapat emas waktu olim fisika. Apa? Tidaaaakkk.. kenapa dia pindah kesini? Sekelas lagi ama gua. Gawat, bisa-bisa gua punya saingan berat nih. Waduh. Nggak bisa, dia nggak bisa ngambil tempat gua sebagai juara kelas. Enggak bisa. Awas lo Nai, lu nggak akan senang belajar di sekolah ini. Karena gua, akan selalu ngeganggu lo. Awas ya!
“Oke, Naila kamu bisa duduk di..” Ibu Tuti berkata sambil melihat sekitar, mencari bangku yang kosong. “Di sana, di sebelah Mai. Silakan!”
“Terima kasih Buk.” Jawab Naila lalu melangkah ke kursinya.
Kiprit! Dia duduk di samping gua lagi, di sebelah Maisaroh.
Dia berjalan ke kursi disamping gue lalu duduk.
“Baiklah, kita langsung masuk pelajaran saja, kalo masih ada pertanyaan buat Naila nanti di liuar saja ya!” lanjut Bu Tuti memulai pelajaran.
“Hei, Riri kita ketemu lagi!” sapa Naila ke gua dengan suaranya yang lembut. Idih kenapa lagi ni anak. SKSD sama gue. Gue nggak ngegubris.
“Kamu Riri kan? Yang dapat emas itu? Hebat ya!” waduh udah tau nggak digubris. Nih anak sok muji-muji gua lagi.
“Ngapain pindah ke sini?” tanya gue dengan nada sewot.
“Maaf?” jawabnya. “Ngapain pindah ke Bandung? Nngungsi ya? Padang sering gempa ya? Jadinya mengungsi ke Bandung!” jawab gue kejam.
Si dianya langsung melorot gitu, pas gue jawab.
“Ui..Ri, lu ngapa sewot gitu. Ramah dikit kek ke anak baru!” suruh Maisaroh nggak kalah sewotnya.

bersambung.....(bakal di update insya Allah, kalo diri ku sempat,)

1 komentar: